This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 16 November 2013

Suara Hati



 
Diskriminasi Gender pada Pelajaran Penjaskes

Masih ingat pelajaran Penjaskes di jenjang SD, SMP, atau SMA?
Seusai memelototi koran yang lumayan kadaluwarsa, kira-kira terbit 5 hari yang lalu, ting!, akhirnya saya dapat ilham, pencerahan untuk menulis, mengisi blog pribadi saya yang cukup lama ‘mati suri’.
Kebetulan, mata ini tertarik pada halaman koran berbau bola. Cukup menguras pikiran juga ketika kedua mata ini sibuk membaca baris demi baris kegemaran laki-laki ini. Banyak istilah-istilah bola yang asing di kepala, hingga tak jarang pemahaman saya akan berita yang disajikan parsial. Beberapa kali saya membaca berita sepak bola sebanyak itu pula saya sulit untuk mengingat nama-nama pemain sepak bola, mentok pemain persepakbolaan yang saya tahu sebatas Lionel Messi, Neymar Junior, Wayne Rooney, entahlah mereka dari klub apa saya tak tahu-menahu.
Kadang kala, saya sampai terheran-heran ketika pertandingan bola berlangsung, bukan saja di stasiun televisi, di akun sosial media pun demam bola menyeruak di hati pemirsa, khususnya laki-laki. Barangkali kebiasaan yang satu ini juga sulit saya pahami, menonton bola sampai larut malam, sampai pagi pula. Lingkaran lawan jenis inilah yang sampai saat ini sulit saya pahami. Jikalau saya analogikan, ketidakpahaman saya akan kebiasaan lawan jenis ini sama seperti sulitnya laki-laki memahami mengapa perempuan selalu menghabiskan waktu berlama-lama untuk berbelanja, berputar-putar mengelilingi hampir seantero mall, betah berlama-lama menimbang harga produk satu dengan produk yang lain, padahal harga cuma beda tipis.
Tampaknya pembahasan kali ini mulai melenceng dari pertanyaan awal. Kembali ke jalan yang benar, mari! Setelah merenung sejenak, pikiran saya pergi menjelajah masa lalu, menembus ruang waktu, menghampiri masa-masa sephia putih abu-abu, dan sampailah pada suasana ujian ketika para siswi mengerjakan soal Penjaskes, termasuk di dalamnya saya sebagai lakon utama,, he,,he,,. Jujur, ada semacam kekhawatiran kecil dalam benak saya ketika menghadapi soal-soal seputar olahraga, khususnya yang menyangkut olahraga sepakbola, volli, tenis meja, basket., mulai dari tendangan bebas, gaya mendrible, ukuran lapangan, pokoknya itulah.
Penegasan: tulisan ini lahir dari sudut pandang pribadi saya sebagai perempuan, jadi tulisan ini benar-benar sangat subjektif.  Secara personal, saya merasa ada semacam, kalau boleh dikata dengan bahasa kasar, semacam diskriminasi perempuan pada soal Penjaskes, kami yang tak akrab dan jarang berkecimpung di dunia olahraga yang didominasi dan dikuasai laki-laki, justru malah dituntut untuk mengerjakan soal-soal yang membuat kepala pusing tujuh keliling. Okelah, sehari sebelum atau paling tidak malam harinya kami sudah mempersiapkan semua materi, menghafalkan taktik dan strategi bermain bola hingga aturan-aturan permainan yang jarang kami aplikasikan, sungguh menghapal sesuatu yang jarang atau bahkan tak sekalipun kita praktekkan dalam rutinitas sehari-hari membutuhkan daya memeras otak yang lebih dibanding laki-laki yang memiliki kecenderungan menyukai dan mahir dalam berolahraga. Penyamarataan yang tak proporsional. Semestinya, soal Penjaskes antara siswa dan siswi dibedakan, tentu hal ini tergatung bagaimana kepekaan guru mapel mengemas Pelajaran Penjaskes agar tak menjadi momok bagi para siswi.
Oke, saya tegaskan kembali, tulisan ini adalah bagian dari suara hati  yang terdalam, berkisah tentang kegelisahan masa putih abu-abu yang baru kali ini berani saya ungkapkan. At least but not last, saya tetap mengapresiasi penuh atas pengadaan pelajaran Penjaskes agar badan tetap bugar dan kebutuhan jasmani kami terpenuhi. Sempat terlintas dalam pikiran, pelajaran Penjaskes diganti menjadi pelajaran tata boga atau materi pengembangan diri: seperti kursus menjahit, merajut, membuat kue, menghias baju dengan mote, dan lain-lain. Asyik deh kayaknya. J

Kota Lumpia, 17 November 2013
Kata Hati seorang perempuan.
Nurul Hikmah Sofyan

Rabu, 23 Oktober 2013

Suara Hati




A Heart War : Raja Logika vs Ratu Perasaan”

Oleh: Pemulung Kata
 


Semenjak kau mengenalkan diri, pertanyaan besar yang kusimpan rapat-rapat dalam hati adalah sapa pertamamu itu menunjukkan tendensi untuk mengenalku lebih jauh atau kau hanya kebetulan saja menemukanku dalam kerumunan orang banyak lalu menyapaku atas dasar ingin mencari relasi, sebatas memperluas simpul pertemanan. Ah, Raja Logika dalam diriku bisa mati terkapar kalau memikirkan kemungkinan jawaban-jawaban yang porsi melesetnya mendominasi ketimbang porsi validnya. Dugaanku, jawaban yang berputar-putar dalam pikiranku itu tak bermakna sampai aku benar-benar memutuskan untuk berani menanyakan langsung kepadamu. Sayang seribu sayang, nyaliku menciut, aku memilih untuk diam, lantaran aku seorang perempuan.
Tidak tahukah kau wahai lelaki bayangan? senarai sajak-sajak puitis yang kutulis tempo hari lahir berkat hadirmu. Rasa syukur yang tak terhingga berkali-kali kupanjatkan pada Tuhan, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena telah mengirimkan sosok yang menghidupkan sajak-sajakku, kini lembaran hidupku menjadi lebih berwarna.
Aku sisi melankolisku, sapamu telah membuka episode lembaran baru dalam hidupku.
Aku sisi jiwa sastraku, terima kasih telah mengantarku menjemput kata-kata hingga sajak-sajak bernyawa telah tercipta, terekam oleh sejarah, hitam di atas putih.
Aku sisi dienku, tampaknya Tuhan telah mendekatkanku pada bakal calon kawan hidup yang sholeh ritual lagi sholeh sosial. Untuk soal ini, syukurku berlimpah atas kehadiranmu.
Aku sisi logikaku yang sedikit cemburu dengan kedatanganmu, kau hanya sosok bayangan yang datang tak diundang dan bisa saja pergi tanpa permisi, kapanpun, semaumu. Logika telah membangunkanku dari lelap saudara kembarnya kematian, dunia mimpi, dunia yang dipenuhi dengan angan-angan panjang yang bisa jadi menjadi kaki tangan setan untuk menjerumuskan manusia dalam api neraka yang sangat panas. Serasa logika telah menjadi pahlawan dalam hidupku, dengan gagah ia menarik ragaku kembali pada dunia nyata dimana semestinya aku mengarungi kehidupan.
Sekuat tenaga logika mengalahkan sisi perasaan yang sering kali pelan-pelan membunuh jiwaku secara halus. Rupanya Raja Logika berpihak kepadaku untuk menyadarkanku dari bayang-bayang alam mimpi yang dikuasai oleh Ratu Perasaan.
Di usiaku yang masih terbilang hijau ini, serasa menjadi momen titik klimaks dimana gejolak peperangan batin antara kubu Raja Logika dan Ratu Perasaan menderu-deru. Keduanya berebut pengakuan dari empunya, diriku.
Jika tak ada hujan tak ada badai tiba-tiba aku tidak ingin bersua dengan lelaki bayangan itu di alam mimpi atau sekadar menyapanya dari kejauhan, ini pertanda Raja Logika telah memegang bendera kemenangan atas Ratu Perasaan.
Menjadi pertanda Ratu Perasaan telah mengalahkan Raja Logika, ketika rasa dahaga kerinduan akan seorang kekasih meluap-luap itu mencekat kerongkonganku, aku menjadi lemah tak berdaya, dan angan-angan panjang mulai merasuki tiap-tiap sudut relung kalbu.
Lalu, siapakah yang akhirnya berhasil memenangkan hatiku?
Keputusanku, aku ingin berdamai saja dengan keduanya, aku menengahi.
Harapanku, mudah-mudahan Tuhan berkehandak untuk mengeluarkanmu dari alam mimpiku dan menjelmakanmu menjadi lelaki yang benar-benar nyata dalam duniaku, selamanya. Amien.
Terima kasih teruntuk Raja Logika yang telah bersusah payah menyelamatkanku dari kubangan kegalauan yang mendalam. Kurasa ini sebuah pembelaan yang maskulin, seakan kau menempaku untuk berpura-pua menjadi lelaki, yang menjadikan logika sebagai benteng untuk mengarungi hidup, setidaknya kuasa porsi perasaan atas diriku berkurang, perbandingannya menjadi 4 : 6, perasaan : logika.
Terima kasih jua kuucapkan pada Ratu Perasaan yang telah membuatku menghayati setiap ritme lembaran kisah bayangan bersama lelaki bayangan itu. Satu lagi, terima kasih atas nyawa yang kau tiupkan dalam baris-baris sajakku, kau telah menjadi teman setiaku merenungi hidup lebih dalam.
Wahai Tuhan Penguasa Logika, berikanlah ruang bagi Raja Logika untuk membunuh perasaanku ketika memang hamba semestinya berada dalam dunia nyata, menghadapi problema kehidupan dan menjauhkanku dari pengandaian yang bermuara pada dosa.
Wahai Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan Hati, ijinkan hamba untuk merindukan sosok bayangan dan mengukir namanya dalam relung hati yang paling dalam dan menjadikannya titik balik agar hamba senantiasa mengingat-Mu dan kanjeng Nabi Saw. Istajib Ya Rabb.

Kota Lawang Sewu, 24 Oktober 2013
Pemulung Kata (Nurul Hikmah Sofyan)
NB : Aku rasa, memang ada masanya kita musti serius dalam mengarungi sepak terjang dunia nyata, namun ada kalanya kita perlu menghayati dan merenungi hidup, sedikit memoles lembaran kehidupan dengan mengijinkan sarang perasaan untuk menguasai jiwa kita, asalkan tetap dalam koridor dan batas yang sewajarnya. Selamat menikmati hidup dan teruslah menelusuri sudut-sudut jiwamu agar kau lebih dekat dengan Sang Pencipta, sungguh hidup ini terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Wallahu a’lam.
Salam Sastra kawan! :)


Selasa, 22 Oktober 2013

Coffee Break





Kawan Hidup dan Buku*

“Kalau sarapan telat melulu, sepertinya mulai bulan depan anggaran  untuk membeli buku musti dipangkas. Pekerjaan kantor akan saya bawa pulang saja ke rumah, biar kesibukan bertambah agar tak ada waktu untuk menemanimu pergi ke toko buku.” Ucap si lelaki dengan nada lembut tapi dalam dan agak sedikit mengancam.
Oh,, tidak!
Dengan sigap perempuan itu langsung meninggalkan tumpukan bacaannya di atas tempat tidur dan buru-buru berlari menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk kawan hidupnya itu.
Dengan wajah memelas perempuan itu memohon agar ‘rencana jahat’ itu tak usah direalisasikan saja. Ia berjanji akan menahan keinginannya untuk menyantap buku di pagi hari, kalau perlu kawan hidupnya itu bisa menyembunyikan buku-bukunya di brangkas asalkan setelah santap pagi tersaji di meja makan, ia diijinkan kembali untuk berkawan dengan teman setianya yang kedua itu, buku.
*flashback
Di saat umur si perempuan menginjak usia 22 tahun, takdir telah mempertemukan mereka di sebuah toko buku ternama di tengah kota. Mereka sama-sama kutu buku. Mereka sama-sama menyukai sastra dan kopi. Mereka sama-sama terobsesi dengan tempat persinggahan sementara. Bahkan mereka mempunyai kebiasaan yang sama pula, betah berlama-lama melahap buku sebanyak mungkin di toko buku. Hanya usia yang membedakan mereka, cukup jauh jarak usia mereka. Kebanyakan orang beranggapan bahwa mereka kakak beradik  jika jalan berdua.
Perempuan itu bersyukur sekali bisa menemukan tambatan hati yang hampir sama dengan kepribadiannya, lantaran kegilaan kawan hidupnya itu pada buku dan sastra. Sudah bisa diterka, hunian mereka bak sebuah perpustakaan, rak-rak menempati tiap sudut ruangan. Satu lagi, lantaran mereka sama-sama orang sastra, mereka menikmati setiap ritme skenario Tuhan yang terjadi dalam kehidupan satu atap itu, penuh penghayatan. Perempuan itu merasa memiliki apa yang dimiliki kawan hidupnya. Ia mencintai dirinya dalam lingkaran diri kawan hidupnya.

Semarang, 23 Oktober 2013
*Pemulung Kata (Nurul Hikmah Sofyan)