Rabu, 23 Oktober 2013

Suara Hati




A Heart War : Raja Logika vs Ratu Perasaan”

Oleh: Pemulung Kata
 


Semenjak kau mengenalkan diri, pertanyaan besar yang kusimpan rapat-rapat dalam hati adalah sapa pertamamu itu menunjukkan tendensi untuk mengenalku lebih jauh atau kau hanya kebetulan saja menemukanku dalam kerumunan orang banyak lalu menyapaku atas dasar ingin mencari relasi, sebatas memperluas simpul pertemanan. Ah, Raja Logika dalam diriku bisa mati terkapar kalau memikirkan kemungkinan jawaban-jawaban yang porsi melesetnya mendominasi ketimbang porsi validnya. Dugaanku, jawaban yang berputar-putar dalam pikiranku itu tak bermakna sampai aku benar-benar memutuskan untuk berani menanyakan langsung kepadamu. Sayang seribu sayang, nyaliku menciut, aku memilih untuk diam, lantaran aku seorang perempuan.
Tidak tahukah kau wahai lelaki bayangan? senarai sajak-sajak puitis yang kutulis tempo hari lahir berkat hadirmu. Rasa syukur yang tak terhingga berkali-kali kupanjatkan pada Tuhan, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena telah mengirimkan sosok yang menghidupkan sajak-sajakku, kini lembaran hidupku menjadi lebih berwarna.
Aku sisi melankolisku, sapamu telah membuka episode lembaran baru dalam hidupku.
Aku sisi jiwa sastraku, terima kasih telah mengantarku menjemput kata-kata hingga sajak-sajak bernyawa telah tercipta, terekam oleh sejarah, hitam di atas putih.
Aku sisi dienku, tampaknya Tuhan telah mendekatkanku pada bakal calon kawan hidup yang sholeh ritual lagi sholeh sosial. Untuk soal ini, syukurku berlimpah atas kehadiranmu.
Aku sisi logikaku yang sedikit cemburu dengan kedatanganmu, kau hanya sosok bayangan yang datang tak diundang dan bisa saja pergi tanpa permisi, kapanpun, semaumu. Logika telah membangunkanku dari lelap saudara kembarnya kematian, dunia mimpi, dunia yang dipenuhi dengan angan-angan panjang yang bisa jadi menjadi kaki tangan setan untuk menjerumuskan manusia dalam api neraka yang sangat panas. Serasa logika telah menjadi pahlawan dalam hidupku, dengan gagah ia menarik ragaku kembali pada dunia nyata dimana semestinya aku mengarungi kehidupan.
Sekuat tenaga logika mengalahkan sisi perasaan yang sering kali pelan-pelan membunuh jiwaku secara halus. Rupanya Raja Logika berpihak kepadaku untuk menyadarkanku dari bayang-bayang alam mimpi yang dikuasai oleh Ratu Perasaan.
Di usiaku yang masih terbilang hijau ini, serasa menjadi momen titik klimaks dimana gejolak peperangan batin antara kubu Raja Logika dan Ratu Perasaan menderu-deru. Keduanya berebut pengakuan dari empunya, diriku.
Jika tak ada hujan tak ada badai tiba-tiba aku tidak ingin bersua dengan lelaki bayangan itu di alam mimpi atau sekadar menyapanya dari kejauhan, ini pertanda Raja Logika telah memegang bendera kemenangan atas Ratu Perasaan.
Menjadi pertanda Ratu Perasaan telah mengalahkan Raja Logika, ketika rasa dahaga kerinduan akan seorang kekasih meluap-luap itu mencekat kerongkonganku, aku menjadi lemah tak berdaya, dan angan-angan panjang mulai merasuki tiap-tiap sudut relung kalbu.
Lalu, siapakah yang akhirnya berhasil memenangkan hatiku?
Keputusanku, aku ingin berdamai saja dengan keduanya, aku menengahi.
Harapanku, mudah-mudahan Tuhan berkehandak untuk mengeluarkanmu dari alam mimpiku dan menjelmakanmu menjadi lelaki yang benar-benar nyata dalam duniaku, selamanya. Amien.
Terima kasih teruntuk Raja Logika yang telah bersusah payah menyelamatkanku dari kubangan kegalauan yang mendalam. Kurasa ini sebuah pembelaan yang maskulin, seakan kau menempaku untuk berpura-pua menjadi lelaki, yang menjadikan logika sebagai benteng untuk mengarungi hidup, setidaknya kuasa porsi perasaan atas diriku berkurang, perbandingannya menjadi 4 : 6, perasaan : logika.
Terima kasih jua kuucapkan pada Ratu Perasaan yang telah membuatku menghayati setiap ritme lembaran kisah bayangan bersama lelaki bayangan itu. Satu lagi, terima kasih atas nyawa yang kau tiupkan dalam baris-baris sajakku, kau telah menjadi teman setiaku merenungi hidup lebih dalam.
Wahai Tuhan Penguasa Logika, berikanlah ruang bagi Raja Logika untuk membunuh perasaanku ketika memang hamba semestinya berada dalam dunia nyata, menghadapi problema kehidupan dan menjauhkanku dari pengandaian yang bermuara pada dosa.
Wahai Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan Hati, ijinkan hamba untuk merindukan sosok bayangan dan mengukir namanya dalam relung hati yang paling dalam dan menjadikannya titik balik agar hamba senantiasa mengingat-Mu dan kanjeng Nabi Saw. Istajib Ya Rabb.

Kota Lawang Sewu, 24 Oktober 2013
Pemulung Kata (Nurul Hikmah Sofyan)
NB : Aku rasa, memang ada masanya kita musti serius dalam mengarungi sepak terjang dunia nyata, namun ada kalanya kita perlu menghayati dan merenungi hidup, sedikit memoles lembaran kehidupan dengan mengijinkan sarang perasaan untuk menguasai jiwa kita, asalkan tetap dalam koridor dan batas yang sewajarnya. Selamat menikmati hidup dan teruslah menelusuri sudut-sudut jiwamu agar kau lebih dekat dengan Sang Pencipta, sungguh hidup ini terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Wallahu a’lam.
Salam Sastra kawan! :)


0 komentar:

Posting Komentar