“A
Heart War : Raja Logika vs Ratu Perasaan”
Oleh: Pemulung Kata
Semenjak
kau mengenalkan diri, pertanyaan besar yang kusimpan rapat-rapat dalam hati
adalah sapa pertamamu itu menunjukkan tendensi untuk mengenalku lebih jauh atau
kau hanya kebetulan saja menemukanku dalam kerumunan orang banyak lalu
menyapaku atas dasar ingin mencari relasi, sebatas memperluas simpul
pertemanan. Ah, Raja Logika dalam diriku bisa mati terkapar kalau memikirkan
kemungkinan jawaban-jawaban yang porsi melesetnya mendominasi ketimbang porsi
validnya. Dugaanku, jawaban yang berputar-putar dalam pikiranku itu tak
bermakna sampai aku benar-benar memutuskan untuk berani menanyakan langsung
kepadamu. Sayang seribu sayang, nyaliku menciut, aku memilih untuk diam,
lantaran aku seorang perempuan.
Tidak
tahukah kau wahai lelaki bayangan? senarai sajak-sajak puitis yang kutulis
tempo hari lahir berkat hadirmu. Rasa syukur yang tak terhingga berkali-kali
kupanjatkan pada Tuhan, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena telah mengirimkan
sosok yang menghidupkan sajak-sajakku, kini lembaran hidupku menjadi lebih
berwarna. 
Aku
sisi melankolisku, sapamu telah membuka episode lembaran baru dalam hidupku.
Aku
sisi jiwa sastraku, terima kasih telah mengantarku menjemput kata-kata hingga sajak-sajak
bernyawa telah tercipta, terekam oleh sejarah, hitam di atas putih.
Aku
sisi dienku, tampaknya Tuhan telah mendekatkanku pada bakal calon kawan hidup
yang sholeh ritual lagi sholeh sosial. Untuk soal ini, syukurku berlimpah atas
kehadiranmu.
Aku
sisi logikaku yang sedikit cemburu dengan kedatanganmu, kau hanya sosok
bayangan yang datang tak diundang dan bisa saja pergi tanpa permisi, kapanpun,
semaumu. Logika telah membangunkanku dari lelap saudara kembarnya kematian,
dunia mimpi, dunia yang dipenuhi dengan angan-angan panjang yang bisa jadi
menjadi kaki tangan setan untuk menjerumuskan manusia dalam api neraka yang
sangat panas. Serasa logika telah menjadi pahlawan dalam hidupku, dengan gagah
ia menarik ragaku kembali pada dunia nyata dimana semestinya aku mengarungi kehidupan.
Sekuat
tenaga logika mengalahkan sisi perasaan yang sering kali pelan-pelan membunuh
jiwaku secara halus. Rupanya Raja Logika berpihak kepadaku untuk menyadarkanku
dari bayang-bayang alam mimpi yang dikuasai oleh Ratu Perasaan.
Di
usiaku yang masih terbilang hijau ini, serasa menjadi momen titik klimaks dimana
gejolak peperangan batin antara kubu Raja Logika dan Ratu Perasaan menderu-deru.
Keduanya berebut pengakuan dari empunya, diriku.
Jika
tak ada hujan tak ada badai tiba-tiba aku tidak ingin bersua dengan lelaki
bayangan itu di alam mimpi atau sekadar menyapanya dari kejauhan, ini pertanda
Raja Logika telah memegang bendera kemenangan atas Ratu Perasaan. 
Menjadi
pertanda Ratu Perasaan telah mengalahkan Raja Logika, ketika rasa dahaga
kerinduan akan seorang kekasih meluap-luap itu mencekat kerongkonganku, aku
menjadi lemah tak berdaya, dan angan-angan panjang mulai merasuki tiap-tiap
sudut relung kalbu.
Lalu,
siapakah yang akhirnya berhasil memenangkan hatiku?
Keputusanku,
aku ingin berdamai saja dengan keduanya, aku menengahi.
Harapanku,
mudah-mudahan Tuhan berkehandak untuk mengeluarkanmu dari alam mimpiku dan
menjelmakanmu menjadi lelaki yang benar-benar nyata dalam duniaku, selamanya.
Amien.
Terima
kasih teruntuk Raja Logika yang telah bersusah payah menyelamatkanku dari kubangan
kegalauan yang mendalam. Kurasa ini sebuah pembelaan yang maskulin, seakan kau
menempaku untuk berpura-pua menjadi lelaki, yang menjadikan logika sebagai
benteng untuk mengarungi hidup, setidaknya kuasa porsi perasaan atas diriku
berkurang, perbandingannya menjadi 4 : 6, perasaan : logika.
Terima
kasih jua kuucapkan pada Ratu Perasaan yang telah membuatku menghayati setiap
ritme lembaran kisah bayangan bersama lelaki bayangan itu. Satu lagi, terima
kasih atas nyawa yang kau tiupkan dalam baris-baris sajakku, kau telah menjadi
teman setiaku merenungi hidup lebih dalam.
Wahai
Tuhan Penguasa Logika, berikanlah ruang bagi Raja Logika untuk membunuh
perasaanku ketika memang hamba semestinya berada dalam dunia nyata, menghadapi
problema kehidupan dan menjauhkanku dari pengandaian yang bermuara pada dosa.
Wahai
Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan Hati, ijinkan hamba untuk merindukan sosok
bayangan dan mengukir namanya dalam relung hati yang paling dalam dan
menjadikannya titik balik agar hamba senantiasa mengingat-Mu dan kanjeng Nabi
Saw. Istajib Ya Rabb.
Kota
Lawang Sewu, 24 Oktober 2013
Pemulung
Kata (Nurul Hikmah Sofyan)
NB
: Aku rasa, memang ada masanya kita musti serius dalam mengarungi sepak terjang
dunia nyata, namun ada kalanya kita perlu menghayati dan merenungi hidup,
sedikit memoles lembaran kehidupan dengan mengijinkan sarang perasaan untuk
menguasai jiwa kita, asalkan tetap dalam koridor dan batas yang sewajarnya.
Selamat menikmati hidup dan teruslah menelusuri sudut-sudut jiwamu agar kau
lebih dekat dengan Sang Pencipta, sungguh hidup ini terlalu indah untuk
dilewatkan begitu saja. Wallahu a’lam.
Salam
Sastra kawan! :)








0 komentar:
Posting Komentar