Jumat, 13 Maret 2015

Refleksi Kuliah Perkembangan Pemikiran Islam (3)



Manusia sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi

            Jamak diketahui bahwa manusia merupakan entitas dwi-dimensi yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani. Pemilikan manusia atas unsur rohani membuat manusia dapat mengalami pelbagai peristiwa suprarasional seperti menerima ilham, melakukan perenungan abstrak, berintuisi, dan lain sebagainya.
            Keistimewaan inilah yang menjadikan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Jalaluddin ar-Rumi bahwa manusia dipandang sebagai tujuan akhir (ultimate goal) dari penciptaan alam semesta. Manusia yang paripurnalah yang menjadi tujuan akhir penciptaan, dimana manifestasi konkretnya terwakili oleh Nabi Muhammad SAW.
            Dikatakan oleh Mulyadhi Kartanegara dalam bukunya “Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam, dan Manusia” bahwa manusia yang berstatus sebagai khalifah-Nya dikarunia dengan dua buah hadiah yang sangat istimewa, “kebebasan” dan “ilmu pengetahuan”. Karena roh manusia memiliki sumber ruhani, maka ia tidak sepenuhnya tunduk pada hukum yang berlaku di alam fisik. Maka dari itu Allah memberikan manusia kebebasan terbatas untuk memilih perbuatannya secara sadar. Tak heran Allah tak menghukumi tindakan manusia yang didasari atas paksaan yang berasal dari luar dirinya, contoh Muslim yang terpaksa menyatakan murtad secara lisan namun hatinya masih iman pada Allah karena jika tidak demikian maka nyawanya akan terancam (dibunuh).
            Manusia berstatus khalifah yang terkenal tidak hanya di bumi melainkan juga di langit inilah yang mengemban amanat dan tugas untuk mendampingi manusia yang belum sempurna sisi kemanusiaannya, seperti pemimpin yang suka berbuat dzalim pada rakyatnya, pejabat yang semena-mena memakan uang rakyat, dan manusia-manusia yang pada dirinya masih melekat sifat-sifat binatang. Hal ini didukung oleh argumen Ibnu al-‘Arabi yang mengemukakan bahwa dalam diri manusia terdapat tabiat-tabiat alamiah seperti sifat-sifat binatang pemangsa, binatang buas, setan, dan sifat-sifat malaikat. Masing-masing potensi tersebut dapat terbentuk dengan cara yang berbeda-beda. Sebagai entitas yang diberi kebebasan untuk ber-ikhtiar dan diberi keleluasaan untuk mencari ilmu pengetahuan, manusia dapat mengubah nasibnya atas kehendak Allah, akan tetap pada takdir Allah yang semula atau berpindah ke takdir lain yang bisa jadi lebih baik. Wallahu a’lam bishshowab.


0 komentar:

Posting Komentar