Wali
            Ada hal menarik ihwal pelabelan wali
Allah oleh khalayak Timur Tengah dan penduduk pribumi. Apabila di Timur Tengah,
ulama yang berkhalwat dan berdzikir di suatu tempat yang sunyi sudah bisa  disebut wali. Namun, pelabelan wali di Tanah
Air dinahbiskan pada ulama yang telah beliau berhasil menjembatani antara tiga
kepentingan yakni, kepentingan Allah, pemimpin, dan rakyat.
            Jelas sekali perbedaan kedua
pelabelan di dua kawasan tersebut. Wali di kawasan Timur Tengah menampilkan
sosok yang sholeh secara personal, sedangkan penyebutan wali di Indonesia,
khususnya label yang digaungkan oleh orang-orang lingkungan pesantren pada
sosok kyai atau ulama, musti benar-benar teruji lapangan, berintegritas, dan
mengayomi masyarakat. Sosok wali, di tanah Jawa khususnya, menampilkan sosok
yang seimbang dan selaras antara keshalehan personal dan sosial. 
Sebut saja tokoh
par-excellence almarhum Gus Dur yang popular di kalangan lintas-agama,
dimana tidak hanya agama Islam saja yang ia besarkan namun juga agama lain. Lihat
saja bagaimana perjuangan beliau membela kaum minoritas Kong Hu Cu
sampai-sampai beliau dijuluki Bapak Tionghoa
Indonesia oleh sejumlah Tokoh Tionghoa Semarang yang pada waktu itu berkumpul
di Kelenteng Tay Kek Sie pada tanggal 10 Maret 2004.
            Konsistensi
keberpihakan Gus Dur dalam membela kaum minoritas menuai banyak penghargaan
dari berbagai negara. Di antaranya gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris
Causa) dari berbagai perguruan tinggi seperti Doktor Kehormatan Bidang
Hukum dan Politik,Ilmu Ekonomi dan Manajemen dan Humaniora dari Pantheon
Universitas Sorbone (Paris Perancis 2000).
Hemat penulis adalah betapa penyebutan wali di tanahn Jawa bukan
sekadar label yang mudah disematkan pada sembarang orang melainkan disematkan
pada ulama yang benar-benar memegang teguh dan mengamalkan adagium berbahasa
Arab: “Khoiru al-Naasi anfa’uhum li an-naas”. Sosok yang mampu
menyeimbangkan antara keshalehan personal dan sosial. Seorang pemimpin yang
beranggapan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei). Wallahu
a’lam bishshowab. 







0 komentar:
Posting Komentar