Jumat, 13 Maret 2015

Refleksi Kuliah Perkembangan Pemikiran Islam (1)



Sai sebagai Simbol Keseimbangan Jiwa
Siapa tak kenal bukit Shofa dan Marwa. Dua bukit sebagai saksi bisu pencarian air zam-zam oleh Siti Hajar untuk minum anaknya, Nabi Ismail. Kedua tempat itu bukan semata nama tempat tanpa mengandung nilai yang filosofis, melainkan sebagai simbol pencapaian keseimbangan jiwa manusia sebagaimana tergambar pada salah satu implementasi praktik ritual ibadah haji maupun umrah yakni Sai.
Shofa itu jiwa yang putih, bersih dan jernih Sedangkan arti Marwa adalah martabat yang ideal, insan kamil. Shofa sebagai manifestasi dari sikap tawadlu’ manusia (posisi terendah). Sedangkan Marwa sebagai makam tertinggi manusia (manusia yang berkarakter). Guna membentuk keseimbangan jiwa, manusia musti mondar-mandir secara berkala dari kedua tanda tersebut. Jika sudah mencapai Shofa maka beranjaklah ke tingkat Marwa dan apabila sudah sampai Marwa maka berupayalah untuk kembali lagi ke Shofa dan begitu pun seterusnya.
Apa perasaan kita ketika melihat kawan sekelas terlalu ambisius dalam meraih prestasi sedangkan di satu sisi kawan-kawan sekelas yang lain berkemampuan di bawah rata-rata?, bisa dipastikan akan timbul semacam rasa jengkel pada orang tersebut. Bukan jengkel karena semangatnya belajarnya, tapi karena sikapnya yang melulu berlari kencang tanpa melihat dan memperlambat larinya (membantu kawan-kawan satu kelas yang berkemampuan di bawah rata-rata). Sungguh sikap tersebut akan menimbulkan sifat keakuan yang akut jika tak dibarengi dengan sikap rendah hati.

Manusia Hidup dalam Opini
Mustahil Allah akan mendzalimi hamba-Nya. Manusia sendirilah yang menciptakan penghayatan dalam hidupnya. Opini personal manusialah yang menentukan hidupnya akan berbahagia atau bersusah-susah. Maka dari itu, kerap terdengar ada orang cukup kaya tapi masih merasa susah karena ia belum merasa cukup akan hartanya yang dimiliknya. Sedangkan di sisi lain, cukup banyak keluarga yang tetap hidup dalam kepapaan – meski telah berikhtiar untuk bekerja keras - namun merasa bahagia lantaran sifat nrimo ing pandum-nya.
Kerelaan adalah kunci menciptakan kebahagian. Menerima keadaan yang digariskan pada kita adalah awal dari kebahagiaan. Sebagaimana salah satu syarat lahir keberhasilan transaksi jual beli adalah  adanya keridhaan antara penjual dan pembeli. Sebagaimana pula kebahagiaan anak akan paripurna jika kedua orang tua meridhai. Ridha yang mengundang ridha Allah.
Hemat penulis, karena hidup manusia dibentuk oleh sebuah opini, maka beropinilah sebaik mungkin (positive thinking) agar kebahagiaan hidup mudah tergapai.  Mari berucap: “Tiada satu manusia pun yang akan membuat hidup kita sengsara kecuali kita sendiri yang mengijinkannya.” Wallahu a’lam bishshowab.

0 komentar:

Posting Komentar