Kawan Hidup dan Buku*
“Kalau
sarapan telat melulu, sepertinya mulai bulan depan anggaran untuk membeli buku musti dipangkas. Pekerjaan
kantor akan saya bawa pulang saja ke rumah, biar kesibukan bertambah agar tak
ada waktu untuk menemanimu pergi ke toko buku.” Ucap si lelaki dengan nada
lembut tapi dalam dan agak sedikit mengancam.
Oh,,
tidak!
Dengan
sigap perempuan itu langsung meninggalkan tumpukan bacaannya di atas tempat
tidur dan buru-buru berlari menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk
kawan hidupnya itu.
Dengan
wajah memelas perempuan itu memohon agar ‘rencana jahat’ itu tak usah
direalisasikan saja. Ia berjanji akan menahan keinginannya untuk menyantap buku
di pagi hari, kalau perlu kawan hidupnya itu bisa menyembunyikan buku-bukunya
di brangkas asalkan setelah santap pagi tersaji di meja makan, ia diijinkan
kembali untuk berkawan dengan teman setianya yang kedua itu, buku.
*flashback
Di
saat umur si perempuan menginjak usia 22 tahun, takdir telah mempertemukan
mereka di sebuah toko buku ternama di tengah kota. Mereka sama-sama kutu buku.
Mereka sama-sama menyukai sastra dan kopi. Mereka sama-sama terobsesi dengan
tempat persinggahan sementara. Bahkan mereka mempunyai kebiasaan yang sama
pula, betah berlama-lama melahap buku sebanyak mungkin di toko buku. Hanya usia
yang membedakan mereka, cukup jauh jarak usia mereka. Kebanyakan orang
beranggapan bahwa mereka kakak beradik jika jalan berdua.
Perempuan
itu bersyukur sekali bisa menemukan tambatan hati yang hampir sama dengan
kepribadiannya, lantaran kegilaan kawan hidupnya itu pada buku dan sastra.
Sudah bisa diterka, hunian mereka bak sebuah perpustakaan, rak-rak menempati
tiap sudut ruangan. Satu lagi, lantaran mereka sama-sama orang sastra, mereka menikmati
setiap ritme skenario Tuhan yang terjadi dalam kehidupan satu atap itu, penuh
penghayatan. Perempuan itu merasa memiliki apa yang dimiliki kawan hidupnya. Ia
mencintai dirinya dalam lingkaran diri kawan hidupnya.
Semarang,
23 Oktober 2013
*Pemulung
Kata (Nurul Hikmah Sofyan)
0 komentar:
Posting Komentar