This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 22 Januari 2014

Artikel Koran



Penghayatan Lagu-Lagu Nasional: Menggugah Semangat Kreativitas Anak Bangsa dalam Mewarnai Pendidikan Indonesia

Semakin ke sini rasanya semakin jarang pula kita menyanyikan lagu-lagu Nasional. Terlebih bagi akademisi tingkat teratas layaknya mahasiswa yang bisa dibilang sudah jarang mengadakan upacara rutin hari Senin yang di dalamnya dilantunkan lagu Indonesia Raya, Himne Guru, atau Terimakasihku. Paling banter hanya menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya ketika mengadakan acara seminar kampus. Kini lagu-lagu Nasional sudah langka terdengar di telinga, bahkan nyaris tidak pernah dinyanyikan lagi.
Masih untung bisa mengingat satu, dua atau tiga baris bait lagu-lagu Nasional tersebut, justru ada yang lebih parah seperti lupa akan lagu-lagu Nasional seiring bertambahnya usia, bukan tanpa sebab sengaja melupakan, semoga, barangkali karena tergesernya popularitas lagu-lagu kebangsaan dengan lagu-lagu pop yang bermunculan belakangan. Bait-bait 45 lagu Nasional yang sarat akan nilai-nilai luhur terkadang justru terabaikan pesan-pesan kebangsaannya. Semestinya melalui penghayatan akan lagu-lagu Nasional, warga Indonesia bisa mengambil nilai-nilai kearifan lokal ke-Indonesia-an yang nantinya bisa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penghayatan akan pesan moralis yang tertuang dalam lirik demi lirik lagu-lagu Nasional sepatutnya dapat menjadi bahan refleksi bangsa kita untuk mengobarkan semangat nasionalisme dan pengabdian totalitas pada Bumi Pertiwi. Marilah kita simak sejenak salah satu lagu Nasional yakni “Bagimu Negeri” ciptaan R. Kusbini yang menyentuh jiwa dengan penghayatan yang dalam.
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami
            Melalui renungan yang mengarah ke dalam semakin ke dalam, mafhumlah kita bahwa dedikasi terhadap bangsa dan negara musti direalisasikan secara total jiwa dan raga. Salah satu lakon yang berperan dalam memajukan bangsa adalah para tunas muda, khususnya dari kalangan akademisi yang mempunyai andil untuk menyukseskan bangsa lewat pendidikan, dalam konteks ini adalah peran mahasiswa atas partisipasinya sebagai generasi ujung tombak penerus bangsa.
Sebagaimana yang dipaparkan dalam buku kompilasi pengalaman mengajar anak bangsa “Mengabdi di Negeri Pelangi” terbitan Kompas, termaktub bahwa para Pengajar Muda Indonesia Mengajar yang merupakan para sarjana berprestasi dari berbagai universitas terbaik Indonesia ditempatkan di daerah terpencil selama satu tahun penuh. Selama mengabdi di tingkat sekolah dasar, mereka menjadi bagian dari saksi mata yang menyaksikan potret pendidikan pedesaan yang keadaannya sangat kontras dengan pendidikan di perkotaan. Mulai dari masalah paling klise yakni kemiskinan, minimnya kesadaran akan pendidikan, sarana prasarana yang kurang memadai sampai parahnya infrastruktur, dan trauma pascakonflik.
Dedikasi nyata dalam bentuk kegiatan mengajar di pedesaan yang terpencil bisa menjadi manifestasi alternatif pembelaan terhadap negara bagi muda-mudi untuk menyukseskan bangsa, setidaknya melalui tangan-tangan para Pengajar Muda Indonesia, kesenjangan pendidikan dapat tersentuh dan tercerahkan akan dunia luar oleh mereka yang peduli disamping berkompeten dan profesional. Salah seorang Pengajar Muda angkatan pertama berbagi kisah ihwal pengalamannya ketika ia ditugaskan setahun lamanya di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, sebut saja namanya Yunita Fransisca, seorang Sarjana Psikologi dari Universitas Indonesia. Selama di Paser, ia bermukim di Desa Suatang Baru, sekitar 17 km dari Tanah Grogot, ibu kota Kabupaten Paser. Memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai desa itu, yakni sekitar empat jam perjalanan dari Balikpapan.
Alangkah mulia dan tulus niat baik para pengajar muda yang memiliki tekad untuk memberi warna yang lebih kentara di permukaan pendidikan Indonesia melalui pengorbanan tenaga, pikiran dan waktu untuk terjun langsung ke pelosok pedesaan baik dari Sabang sampai Merauke. Senyampang masih muda, selagi pikiran masih dapat terfokus untuk secara total memikirkan orang banyak, pun tenaga yang masih bisa diandalkan, berangkat dari penghayatan akan nilai-nilai luhur dalam senarai lagu-lagu Nasional, marilah kita bangkitkan semangat cinta dan dedikasi terhadap Tanah Air dengan memberantas kebodohan sebagaimana yang telah dilakukan oleh para Pengajar Muda Indonesia Mengajar. Sebagaimana amanat yang disampaikan dalam lagu Nasional “Bangun Pemuda-Pemudi” karangan Alfred Simanjuntak sebagai berikut:
Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Ujian Akhir Semester 3 Mata Kuliah Karya Tulis Ilmiah,Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, MSI, Nama Mahasiswi: Nurul Hikmah Sofyan, NIM: 123111128, Kelas: PAI-3D FITK IAIN Walisongo Semarang)

Sabtu, 11 Januari 2014

Kaleidoskop Status Facebook Tahun 2013 Edisi 2



Es Campur (Kaleidoskop Status Facebook Tahun 2013 Edisi 2)
Oleh: Nurul Hikmah Sofyan (Pemulung Kata)



Pengen jadi ilmuwan kok tidurnya lama?
Semarang, 13 Desember 2013

“Elegan”

Pertanyaan yang elegan adalah bagaimana kabar kuliahnya? sudah sampai bab berapa nulis skripsinya? kapan sidang munaqosah tesisnya? kapan mau mulai pra-penyusunan disertasi?
Bagai gayung yang bersambut, senyum saya terkembang seketika.
Inspired from the class meeting of Pendidikan Luar Sekolah
Semarang, 06 Desember 2013

"Siapkan Calon Judul Skripsi Sedini Mungkin"

Ghalibnya, semester awal masih identik dengan semangat yang masih meletup-letup, masa dimana kita masih bisa memelihara idealisme kepemudaan sebagai agent social of change, masa muda yang belum tersentuh oleh 'pikiran-pikiran level berat' yang bertautan dengan kerasnya kehidupan nanti lantaran soal sandang pangan yang sepenuhnya masih ditanggung orangtua. Sebelum membincangkan soal skripsi, ide tulisan ini saya dapatkan usai menghadiri mata kuliah Karya Tulis Ilmiah yang diampu Bapak M. Rikza Chamami, MSI, beliau memberikan dorongan kepada mahasiswanya untuk mempersiapkan tugas wajib anak kuliah ini sedini mungkin. Mantan aktivis yang bisa menyelesaikan kuliah Strata 1 dalam waktu 3.5 tahun dan memperoleh predikat wisudawan terbaik Jurusan Kependidikan Islam ini mengungkapkan bahwa masalah konvensional yang dihadapi mahasiswa dalam menuntaskan skripsi adalah ketiadaan aksi nyata untuk merampungkan bab demi bab setelah tahap mahasiswa melakukan penelitian, file skripsi hanya didiamkan tersimpan di laptop tanpa berusaha demi sedikit sedikit untuk mulai menulis kembali.
Pun beliau menyayangkan predikat aktivis yang identik baru keluar dari dunia kampus di semester 14 dengan berbagai macam alasan. Bagi saya pribadi, seorang aktivis yang dipandang sebagai lakon terdepan dalam menggaungkan daya kritis tingkat tinggi semestinya bisa menuntaskan skripsi lebih cepat dari mahasiswa akademisi tulen. Ironisnya, realita kebanyakan bertolak belakang dari tujuan ideal pengagungan daya dan sikap kritis. Alangkah baiknya hal ini menjadi refleksi kita bersama mengenai manajemen pengaturan waktu kehidupan masa muda kita, penyakit apa yang sebenarnya menjakiti diri sehingga human error masih saja betah menjadi kawan karib kita. Kembali lagi membincangkan soal skripsi, agar julukan NATO (No Action Talk Only) tak melulu bersarang dalam pribadi kita, adalah urgen dan perlu adanya manifestasi tindakan produktif, dalam hal ini menulis skripsi, apa yang kita dengar, baca, maupun yang kita renungkan untuk betul-betul merealisasikannya dengan memulai tahap persiapan pra-skripsi yakni menyiapakan calon judul skripsi. Berikut kiat-kiat (tugas kesadaran personal) mahasiswa dalam melancarkan proses penulisan skripsi:
1. Kunjungilah perpustakaan bagian rak skripsi.
2. Carilah minimal 5 judul skripsi yang menurut Anda menarik
3. Buatlah 5 judul skripsi dari elaborasi judul skripsi yang Anda catat, atau buat judul baru hasil pemikiran Anda
4. Buatlah folder khusus yang bernamakan SKRIPSI dalam gadget atau laptop Anda, dan mulailah mencicil membuat cover, kata pengantar, lembar pengesahan, daftar isi atau bab-bab ringan lain yang sekiranya bisa dipersiapkan dari sekarang.
Demikian kiat-kiat yang saya dapatkan dari dosen saya, mudah-mudahan bermanfaat dan menuai keberkahan, meminjam kata-kata AA Gym, kurang lebih seperti ini kalimatnya: "Gerakkan diri sendiri, lakukan hal yang kecil, dan mulailah detik ini juga". Se-akademisi atau se-aktivis apapun dirimu, katakan hanya dengan tiga kata " I LOVE SKRIPSI", Selamat berproses kawan-kawan, hebatkan diri Anda sekarang juga, Just do it!
Semarang, 27 November 2013

Aturan-aturan Membaca Karya Imajinatif

1. Jangan mencoba menolak dampak sebuah karya imajinatif terhadap diri kita. Biarkan alur cerita dengan bahasanya yang meliuk-liuk lagi dalam bereaksi (melakukan sesuatu) pada diri kita.
2. Jangan mencari istilah, usulan, dan argumen di dalam karya imajinatif. Karena istilah hanya berlaku pada karangan ilmiah (eksposisi, sains, dll).
3. Jangan mengkritik sebuah karya fiksi dengan menggunakan standar-standar kebenaran dan konsistensi yang berlaku untuk buku-buku sains.
Dari buku "Meraih Kecerdasan, Bagaimana Seharusnya Anda Meraih Manfaat Hebat dari Bacaan" karya Mortimer Adler & Charles Van Doren, pertanyaan yang berputar di kepala saya tempo hari akhirnya terjawab sudah, tidak ada revisi dalam karya fiksi.
Semarang, 15 November 2013

“Tong Sampah”

Pikirku, jika rasa bahagia saja akan membuat keganjalan di hati bila tak diungkapkan pada sesama, apalagi rasa sedih yang tak dibagi, ugh! memendam itu memang sakit sekali rasanya. Kesimpulan kasarnya: curhat itu perlu, khususnya bagi perempuan yang cenderung melebar-lebarkan sesuatu yang sebenarnya sederhana, detail. Aku jadi teringat sebuah quote yang kali waktu aku dapatkan dari hasil pemburuan kata-kata di Toko Buku,, he,,he,, Begini bunyinya: Adakalanya orang lain perlu hadir pada saat kita membuat sebuah pengakuan". (Erwin W. Lutzer). Oke gals, berbagilah jika memang hal itu mengurangi bebanmu, kurasa berbagi kisah menjadikan kita tahu dan mengerti bahwa kita tidak sendiri merasakan manis pahitnya kehidupan, I am all ears, gals! Aku di sini.
Semarang, 09 November 2013

“Scribo Ergo Sum”

Ungkap Dee dalam bukunya yang bertajuk "Filosofi Kopi", setiap jenjang manusia memiliki dunianya sendiri, apabila tidak direkam hitam di atas putih, ia akan dilupakan karena kacamata tak lagi sama apabila usia bertambah. Untuk itu, mari kita bersama-sama mendokumentasikan pengalaman-pengalaman menarik lagi bermanfaat agar jejak perjalanan kita dapat terbaca oleh generasi sekarang dan selanjutnya, termasuk anak cucu kita nanti. Salam Scribo Ergo Sum (Aku Menulis, maka Aku Ada).
Semarang, 31 Oktober 2013

 “Lemah Demokrasi”

Rasanya berpikir kritis semakin terasing saja dari diskusi interaktif kelas. Tanda-tanda lemahnya demokrasi di kalangan mahasiswa. Salah satu penyebab utamanya: warisan budaya tradisional Indonesia. Solusi alternatifnya: meminimalisir kultur ewuh pakewuh. — Description: https://fbstatic-a.akamaihd.net/rsrc.php/v2/yO/r/m4LtK_PmtP2.pngmembaca Filsafat Pendidikan Bahasa dan Pendidikan karya Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah.
Semarang, 25 Oktober 2013

“Siasat Hunting Buku”

Suatu ketika Bapak pernah mengeluhkan buku-buku yang saya beli sewaktu duduk di bangku MA, lantaran buku-buku itu hanya terpajang rapi di rak dan sudah jarang saya sentuh lagi ketika berganti status menjadi mahasiswa. Kata beliau, koleksi buku saya yang kebanyakan buku praktis, kumcer dan buku bergenre motivasi itu tak ada sangkut pautnya dengan materi pelajaran. Sejak saat itu saya mulai sadar, ternyata ada sedikit kesalahan yang pernah saya buat dalam proyek 'pengoleksian buku'. Saran saya, sebaiknya alokasikan anggaran bulananmu untuk mengutamakan membeli buku teoritis yang berkaitan dengan materi kuliah ketimbang membeli buku praktis yang kemungkinan porsi terpakainya lebih sedikit. Suwer deh, punya buku diktat kuliah sendiri itu rasanya lebih tentram dan merdeka daripada musti pinjam di perpustakaan kampus yang dibatasi waktu peminjamannya, belum lagi kalau telat atau lupa ngembaliin buku, wah alamat kena denda tuh, serasa nabung di bank tapi kagak bisa diambil, ya kalau dendanya sedikit, kalau nguras kantongnya banyak kan kerasa banget tuh, mendingan uangnya buat makan siang di kantin. hhe,,
Catatan Anak Kampus
Semarang, 17 Oktober 2013

“Kekaguman pada Sastrawan”

Saya paling suka mendengar penuturan Dosen B. Indonesia saya ketika menggambarkan latar belakang sosial mantan kekasihnya dulu yang cukup berada, " Baju yang ia pakai pada tanggal 1 belum ia pakai lagi pada tanggal 30." Pelan-pelan beliau mundur dan mengurungkan niat untuk melamar kekasihnya itu lantaran kesenjangan latar belakang sosial yang tidak sepadan. Pesan beliau: "Janganlah kau terlalu menampakkan kekayaan orang tuamu, bisa jadi ia yang sebenarnya ingin meminangmu menjadi enggan karena perasaan ketidaksanggupannya untuk menafkahi biaya hidupmu kelak. Selamat menikmati dinginnya malam di kotamu masing-masing kawan!
Semarang, 16 Oktober 2013

“Menikmati Ketidakpopuleran”

Mencoba menikmati ketidakpopuleran. Ah! lebih tepatnya menghibur diri untuk meredam tekanan batin. Kataku, aku siap dilupakan orang, siapapun itu. Siap akan ketidakberanggapan mereka akan aku.
Semarang, 24 September 2013

“Bersekongkol dengan Waktu”

Lusa, aku akan bersekongkol dengan waktu untuk mencuri sepersekian jam saat-saat kesenanganku menunda-menunda pekerjaan. #SisiLain
Semarang, 23 September 2013



Kaleidoskop Status Facebook Tahun 2013



#Ketika Hati Bicara (Kaleidoskop Status Facebook Tahun 2013 Edisi 1)
Oleh: Pemulung Kata


"Pengagum Titel"

Bukan sekadar pengagum titel ilmuwan belaka, tapi soal ini, kapasitas keilmuan, pengalaman, kedewasaan dan pengertian. Betapa beruntungnya ketika calon sarjana ini bisa belajar dan bertukar pikiran dengan Anda. Betapa berkah waktu saya ketika bisa mendapatkan kesempatan berharga untuk bertatap muka dalam majelis ilmu Anda. Sosok yang haus akan ilmu sekaligus lebih dulu mencicipi manis-pahitnya menimba ilmu di negeri orang. Kapan saya bisa bertanya kapanpun tanpa merasa sungkan?
Salam ta'dzim dari saya, Calon Sarjana.
Semarang, 26 Desember 2013

"Jauh"

Bagaimana mungkin air mata meluruh teruntuk rupa yang tak pernah sekalipun kusua? Oh romantis nian skenario Tuhan.
Lagi, kuberi tahu ungkapan kalbu, seberapa jauh rasaku menjauh, tetap saja ia selalu berpulang pada kejauhan. Pertanda apa gerangan? pasti kau jua tahu apa jawabnya. Katakan saja dalam hati. Mudah-mudahan Allah meridhai kata hati, perempuan ini. Istajib Ya Rabb.
Semarang, 19 Desember 2013

“Selamat Datang Hujan”
Sempurna! Rupanya musim tengah berpihak pada pujangga. Ya, musim penghujan, musim yang setia dinanti-nanti oleh para pemungut rasa sekaligus pemulung kata. Suasana dramatis musim hujan layaknya primadona pemoles bait-bait puisi anak manusia. Hujan turun sore ini. Asyik. Saatnya menikmati rinai air hujan. Dingin. Siapkan secangkir kopi hangat dengan taburan latte berbentuk daun di atas busa-busa lembutnya. Putar kidung-kidung bermutu penuh filosofi. Ditambah sentuhan terakhir dengan mengundang kegalauan. Datanglah wahai kegalauan! Kami merindukan perasaan, yang ianya lambut laun menggeser tahta logika yang lebih dulu dapat mengambil hati empunya raga, para pujangga. Lalu, menyiapkan diri dan hati untuk memungut berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar inspirasi di dunia abstrak. Duduk di samping jendela, lalu memandangi titik-titik air di kaca jendela yang terkadang berebut menjatuhkan diri ke tanah basah yang tergenang air. Inilah waktu yang pas untuk bermain dengan bahasa kalbu, kata-kata. Akhirnya, terciptalah sajak, puisi dan prosa yang lebih bernyawa. Terima kasih Gusti Allah.
Semarang, 03 Desember 2013

“Akulah Orang Pertama Pendukung Cita-cita Sosialmu”
Harapan yang akan kuupayakan, ini, menjadi orang pertama yang mendukung cita-cita sosialmu, pasti, suatu saat nanti. Istajib Ya Rabb.
Semarang, 30 November 2013

“Mengerti”
Dan aku tidak akan pernah bosan untuk mengatakan bahwa aku mengerti. Mengerti akan segala keterbatasanmu sebagai manusia.
Semarang, 30 November 2013
*Nostalgia Asrama Bonoloyo

Ijinkan aku mengawali postingan iseng ini dengan tawa terkekeh-kekeh, wakakakakakakakakakaka. Hehe. Masih ingat ketika naik angkot kita cas cis cus ngomong ngarab plus nginggris dengan lahjah Jawa sedangkan penumpang lain tak paham apa yang kita bicarakan? barangkali ada yang sampai terheran-heran dan mlongo mendengar bahasa yang seenaknya kita modifikasi menjadi bahasa Slang ala Mapeka, ck,,ck,,. Rasanya merdeka ya, kita seperti agen rahasia yang berkomunikasi dengan bahasa alien, batin orang-orang seangkot, barangkali. Tanpa takut alur pembicaraan kita diketahui orang lain, bebas lepas plus asyik bukan main kita cuap-cuap ngalor-ngidul, apalagi kalau pas satu sama lain nanya "berapa ongkos naik angkotnya?" lalu salah satu atau salah dua dari kita mengumpat,," eh gholin tauk", "na'am ea," yang lain menimpali. hehe. Tapi di sisi lain, kita sok yes juga ya, sok pake bahasa di luar kawasan wajib berbahasa, ealah malah suka nglanggar kagak pake kedua bahasa itu di kawasan bilingual zone asrama. Selidik punya selidik, sebenarnya ada apa sih dengan kita, anak asrama?
*Teruntuk bagi yang pernah, sedang, dan mau menjelma menjadi anak asrama Bonoloyo, Sekolah Kehidupan. This story is taken from one of the sequences of life when writer became a student of Programmed Islamic Sciences of State Islamic Senior High School of Surakarta Semarang, 22 November 2013


“Berutang Rasa”
Mudah-mudahan 3 sampai 4 tahun lagi, saya dapat menemukan cara yang tepat lagi bijak bagaimana saya harus berterimakasih atas keberanggapan anda pada saya selama ini. Barangkali tindakan yang tak bernama ini aneh dan konyol, tapi saya merasa perlu untuk melakukannya, atas nama penghargaan hidup yang lebih berkualitas, dinamis, dan sederhana.
Semarang, 02 November 2013
“Sendiri”
Secangkir kopi hangat yang masih sendiri, perfecto. — terhibur .
 Semarang, 25 Oktober 2013
“Shadowman”
Tidakkah kau tahu wahai lelaki bayangan? Sajak-sajak yang kutulis tempo hari itu terlahir berkat sapamu. Kuberi tahu satu lagi, ada cinta yang nyata, tapi bagaimana jikalau lakonnya hanya sebatas di dunia yang diciptakan oleh imajinasiku sendiri? Aku kawanku, #shadowmanku ini benar-benar super duper shadowman,, jauh dan semakin jauh dari kenyataan. Oh,, tidak, sepertinya aku harus cepat-cepat bangkit dari negeri mimpi untuk menyelamatkan diri. O God, wake me up when October-end!
Semarang, 19 Oktober 2013

“Penghayatan”
Matahari masih belum menampakkan senyumnya, kukerjakan rutinitas pagi lebih cepat dari biasanya. Membuatkan kopi hangat untuk Bapak, tanpa penghayatan.
#Terburu-buru
Semarang, 29 September 2013

“Pengantar Kata-Kata”
Terima kasih telah mengantarku menjemput kata-kata.
Semarang, 18 September 2013



“Bersyukur lantaran Jatuh Hati”
Bagi kau yang suka menulis sajak, bersyukurlah bisa mencintai seseorang, karena berkat kehadirannya seolah-olah sajak-sajak yang kau tulis akan terasa lebih hidup dan bernyawa. Percayalah!
Semarang, 05 September 2013

 “Sibuk”
Anda sibuk, saya sok sibuk. Anda kuliah, saya pun kuliah. Mari sama2 menyibukkan diri dengan hal2 yang positif di dunia kita masing2. Kini saatnya kita berdiam diri, paling tidak tuliskan status anda agar saya tahu kalau anda itu masih hidup.
Semarang, 04 September 2013