This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 23 Oktober 2013

Suara Hati




A Heart War : Raja Logika vs Ratu Perasaan”

Oleh: Pemulung Kata
 


Semenjak kau mengenalkan diri, pertanyaan besar yang kusimpan rapat-rapat dalam hati adalah sapa pertamamu itu menunjukkan tendensi untuk mengenalku lebih jauh atau kau hanya kebetulan saja menemukanku dalam kerumunan orang banyak lalu menyapaku atas dasar ingin mencari relasi, sebatas memperluas simpul pertemanan. Ah, Raja Logika dalam diriku bisa mati terkapar kalau memikirkan kemungkinan jawaban-jawaban yang porsi melesetnya mendominasi ketimbang porsi validnya. Dugaanku, jawaban yang berputar-putar dalam pikiranku itu tak bermakna sampai aku benar-benar memutuskan untuk berani menanyakan langsung kepadamu. Sayang seribu sayang, nyaliku menciut, aku memilih untuk diam, lantaran aku seorang perempuan.
Tidak tahukah kau wahai lelaki bayangan? senarai sajak-sajak puitis yang kutulis tempo hari lahir berkat hadirmu. Rasa syukur yang tak terhingga berkali-kali kupanjatkan pada Tuhan, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena telah mengirimkan sosok yang menghidupkan sajak-sajakku, kini lembaran hidupku menjadi lebih berwarna.
Aku sisi melankolisku, sapamu telah membuka episode lembaran baru dalam hidupku.
Aku sisi jiwa sastraku, terima kasih telah mengantarku menjemput kata-kata hingga sajak-sajak bernyawa telah tercipta, terekam oleh sejarah, hitam di atas putih.
Aku sisi dienku, tampaknya Tuhan telah mendekatkanku pada bakal calon kawan hidup yang sholeh ritual lagi sholeh sosial. Untuk soal ini, syukurku berlimpah atas kehadiranmu.
Aku sisi logikaku yang sedikit cemburu dengan kedatanganmu, kau hanya sosok bayangan yang datang tak diundang dan bisa saja pergi tanpa permisi, kapanpun, semaumu. Logika telah membangunkanku dari lelap saudara kembarnya kematian, dunia mimpi, dunia yang dipenuhi dengan angan-angan panjang yang bisa jadi menjadi kaki tangan setan untuk menjerumuskan manusia dalam api neraka yang sangat panas. Serasa logika telah menjadi pahlawan dalam hidupku, dengan gagah ia menarik ragaku kembali pada dunia nyata dimana semestinya aku mengarungi kehidupan.
Sekuat tenaga logika mengalahkan sisi perasaan yang sering kali pelan-pelan membunuh jiwaku secara halus. Rupanya Raja Logika berpihak kepadaku untuk menyadarkanku dari bayang-bayang alam mimpi yang dikuasai oleh Ratu Perasaan.
Di usiaku yang masih terbilang hijau ini, serasa menjadi momen titik klimaks dimana gejolak peperangan batin antara kubu Raja Logika dan Ratu Perasaan menderu-deru. Keduanya berebut pengakuan dari empunya, diriku.
Jika tak ada hujan tak ada badai tiba-tiba aku tidak ingin bersua dengan lelaki bayangan itu di alam mimpi atau sekadar menyapanya dari kejauhan, ini pertanda Raja Logika telah memegang bendera kemenangan atas Ratu Perasaan.
Menjadi pertanda Ratu Perasaan telah mengalahkan Raja Logika, ketika rasa dahaga kerinduan akan seorang kekasih meluap-luap itu mencekat kerongkonganku, aku menjadi lemah tak berdaya, dan angan-angan panjang mulai merasuki tiap-tiap sudut relung kalbu.
Lalu, siapakah yang akhirnya berhasil memenangkan hatiku?
Keputusanku, aku ingin berdamai saja dengan keduanya, aku menengahi.
Harapanku, mudah-mudahan Tuhan berkehandak untuk mengeluarkanmu dari alam mimpiku dan menjelmakanmu menjadi lelaki yang benar-benar nyata dalam duniaku, selamanya. Amien.
Terima kasih teruntuk Raja Logika yang telah bersusah payah menyelamatkanku dari kubangan kegalauan yang mendalam. Kurasa ini sebuah pembelaan yang maskulin, seakan kau menempaku untuk berpura-pua menjadi lelaki, yang menjadikan logika sebagai benteng untuk mengarungi hidup, setidaknya kuasa porsi perasaan atas diriku berkurang, perbandingannya menjadi 4 : 6, perasaan : logika.
Terima kasih jua kuucapkan pada Ratu Perasaan yang telah membuatku menghayati setiap ritme lembaran kisah bayangan bersama lelaki bayangan itu. Satu lagi, terima kasih atas nyawa yang kau tiupkan dalam baris-baris sajakku, kau telah menjadi teman setiaku merenungi hidup lebih dalam.
Wahai Tuhan Penguasa Logika, berikanlah ruang bagi Raja Logika untuk membunuh perasaanku ketika memang hamba semestinya berada dalam dunia nyata, menghadapi problema kehidupan dan menjauhkanku dari pengandaian yang bermuara pada dosa.
Wahai Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan Hati, ijinkan hamba untuk merindukan sosok bayangan dan mengukir namanya dalam relung hati yang paling dalam dan menjadikannya titik balik agar hamba senantiasa mengingat-Mu dan kanjeng Nabi Saw. Istajib Ya Rabb.

Kota Lawang Sewu, 24 Oktober 2013
Pemulung Kata (Nurul Hikmah Sofyan)
NB : Aku rasa, memang ada masanya kita musti serius dalam mengarungi sepak terjang dunia nyata, namun ada kalanya kita perlu menghayati dan merenungi hidup, sedikit memoles lembaran kehidupan dengan mengijinkan sarang perasaan untuk menguasai jiwa kita, asalkan tetap dalam koridor dan batas yang sewajarnya. Selamat menikmati hidup dan teruslah menelusuri sudut-sudut jiwamu agar kau lebih dekat dengan Sang Pencipta, sungguh hidup ini terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Wallahu a’lam.
Salam Sastra kawan! :)


Selasa, 22 Oktober 2013

Coffee Break





Kawan Hidup dan Buku*

“Kalau sarapan telat melulu, sepertinya mulai bulan depan anggaran  untuk membeli buku musti dipangkas. Pekerjaan kantor akan saya bawa pulang saja ke rumah, biar kesibukan bertambah agar tak ada waktu untuk menemanimu pergi ke toko buku.” Ucap si lelaki dengan nada lembut tapi dalam dan agak sedikit mengancam.
Oh,, tidak!
Dengan sigap perempuan itu langsung meninggalkan tumpukan bacaannya di atas tempat tidur dan buru-buru berlari menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk kawan hidupnya itu.
Dengan wajah memelas perempuan itu memohon agar ‘rencana jahat’ itu tak usah direalisasikan saja. Ia berjanji akan menahan keinginannya untuk menyantap buku di pagi hari, kalau perlu kawan hidupnya itu bisa menyembunyikan buku-bukunya di brangkas asalkan setelah santap pagi tersaji di meja makan, ia diijinkan kembali untuk berkawan dengan teman setianya yang kedua itu, buku.
*flashback
Di saat umur si perempuan menginjak usia 22 tahun, takdir telah mempertemukan mereka di sebuah toko buku ternama di tengah kota. Mereka sama-sama kutu buku. Mereka sama-sama menyukai sastra dan kopi. Mereka sama-sama terobsesi dengan tempat persinggahan sementara. Bahkan mereka mempunyai kebiasaan yang sama pula, betah berlama-lama melahap buku sebanyak mungkin di toko buku. Hanya usia yang membedakan mereka, cukup jauh jarak usia mereka. Kebanyakan orang beranggapan bahwa mereka kakak beradik  jika jalan berdua.
Perempuan itu bersyukur sekali bisa menemukan tambatan hati yang hampir sama dengan kepribadiannya, lantaran kegilaan kawan hidupnya itu pada buku dan sastra. Sudah bisa diterka, hunian mereka bak sebuah perpustakaan, rak-rak menempati tiap sudut ruangan. Satu lagi, lantaran mereka sama-sama orang sastra, mereka menikmati setiap ritme skenario Tuhan yang terjadi dalam kehidupan satu atap itu, penuh penghayatan. Perempuan itu merasa memiliki apa yang dimiliki kawan hidupnya. Ia mencintai dirinya dalam lingkaran diri kawan hidupnya.

Semarang, 23 Oktober 2013
*Pemulung Kata (Nurul Hikmah Sofyan)

Sabtu, 19 Oktober 2013

Pengembangan Diri



Pedoman Pengembangan Diri: 5 Latihan Jitu Membangun Rasa Percaya Diri

Melihat koleksi buku-buku bapak semasa kuliah yang kebanyakan sudah lusuh dan bulukan ditambah warna kertas yang sudah menguning karena termakan waktu, membuat hasrat saya untuk memegang buku-buku itu tak terlalu membanggakan, barang kali bernilai nol besar. Baru deh, ketika tugas kuliah bertubi-tubi menghampiri, saya mulai terpaksa membuka buku-buku yang sebagian lembarannya menjadi santapan nikmat binatang-binatang kecil pemakan kayu. Kebetulan saja, dahulu bapak pernah mengenyam pendidikan sarjana di perguruan tinggi Islam di Jogja, paling tidak materi perkuliahan yang beliau dapat masih ada sangkut-pautnya dengan jurusan yang kini saya ambil, Pendidikan Agama Islam.
Di tengah kesibukan menggeledah ‘harta karun’ milik bapak, ada satu buku yang membuat saya tertarik, judulnya “Berpikir dan Berjiwa Besar”, yang merupakan buku terjemahan dari judul asli “The Magic of Thinking Big” karya Dr. D. J. Schwartz yang diterbitkan pada tahun 1978. Buku yang khusus diterbitkan dalam rangka memperingati 50 tahun Sumpah Pemuda inilah yang mengantarkan bapak menuju kesuksesan, aku beliau beberapa hari yang lalu.
Dengan gesit saya melahap buku bestseller itu, dan akhirnya kedua mata ini tertuju pada sebuah pembahasan mengenai pedoman praktis tentang lima latihan untuk membangunkan kepercayaan diri. Tindakan yang musti pertama kali kawan-kawan lakukan adalah baca pedoman-pedoman ini dengan seksama. Berusahalah untuk mempraktekkannya dan membangun rasa percaya pada diri sendiri. Let’s check this out!
1.      Berusahalah duduk di depan
Kawan-kawan tentu sering mengalami dan melihat kursi-kursi yang di belakang dalam pertemuan-pertemuan cepat penuh, bukan?Hal ini disebabkan karena rasa percaya diri yang kurang sehingga kebanyakan orang lebih memilih untuk tidak ingin kelihatan “mencolok”. Ketahuliah bahwa duduk di depan dapat membangun rasa percaya diri. Praktekkan ini. Mulai sekarang, berusahlah duduk sedepan mungkin. Memang, kita makin “kelihatan” dengan posisi duduk di depan, akan tetapi ingatlah bahwa tak ada salahnya kita “terlihat”, demi proses kesuksesan kita.
2.      Lakukanlah “kontak mata”
Tidak baik menghindari pandangan orang lain, karena maknanya: “Saya takut”. Saya tak ada kepercayaan.” Kalahkan rasa takut ini dengan secara sengaja memandang mata orang lain. Memandang mata orang berarti: “Saya jujur. Saya percaya tentang apa yang saya akan katakan kepada anda. Saya tidak takut. Saya percaya.”
Usahakan supaya pandangan mata kita bekerja untuk kita. Tujukan pandangan kita langsung ke arah mata orang lain. Ini tak saja memberi kepercayaan kepada diri kita, melainkan membuat orang menaruh kepercayaan pada kita.
3.      Jalanlah 25 % lebih cepat
Para ahli psikolog menganggap sikap jalan yang kurang tetap sebagai tanda orang itu tidak mempunyai sikap yang enak terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan, dan orang-orang di sekitarnya. Para ahli psikolog itu pun menyatakan bahwa dengan mengubah cara jalannya, maka sikap jiwa seseorang juga akan berubah. Maka dari itu, mereka menganjurkan untuk mempercepat jalan kita.
Laksanakan teknik ini untuk membangun rasa percaya diri. Bersikaplah tegak, tegakkanlah kepala, dan jalanlah sedikit lebih cepat dari orang lain, maka kawan-kawan akan merasakan kepercayaan diri akan kian bertambah. Cobalah dan nikmati hasilnya.
4.      Angkat bicaralah di setiap kesempatan
Makin seseorang tak bisa bicara, makin ia merasa tidak mampu, dan makin tak percaya diri. Biasanya mereka mengatakan “Saya akan berbicara lain waktu saja”.
Catat: Tiap kali orang tidak angkat bicara, maka ia pun makin tak percaya diri. Begitu pun sebaliknya, makin ia berani angkat bicara, maka makin besar kepercayaan seseorang pada dirinya sendiri, dan mudah angkat bicara di lain waktu. Angkat bicaralah dengan sukarela dalam setiap pertemuan yang kawan-kawan kunjungi. Jangan bertanya: “Apakah saya bisa berbicara?”. Sebaliknya, berusahalah supaya mendapat perhatian dari dosen atau ketua pertemuan, dan berbicaralah.
5.      Senyumlah lebar-lebar
Senyumlah lebar-lebar, tapi jangan berikan senyuman palsu pada orang lain. Sebab senyum yang setengah-setengah kurang meyakinkan itu tak bisa menjamin kesuksesan. Tersenyumlah hingga gigi-gigi kita terlihat. Peliharalah tenaga dan kekuasaan yang terdapat dalam senyum.

Sumber: Dr. D. J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar, cetakan pertama, (Jakarta: Penerbit Gunung Jati, 1978) hlm, 76-79
Dikutip oleh: Nurul Hikmah Sofyan, dengan pengubahan seperlun